By: Mutmainnah
“ Waw.. cantiknya!” teriak candil si playboy cap kapak. Ini cewek cantik banget kayak bidadari dari langit” moldy tak ketinggalan ikut berkomentar. “bodynya OK banget bo kayak aqiu gitcu!!” Beno si gagah gemulai lebih histeris lagi memberi sanjungan.dan seribu pujian yang senada berhamburan keluar . cantik, seksi, manis,dan masih banyak lagi komentar basi lainnya. Terlalu basi karena komentar itu sudah aku dengar di rumah berkali-kali.
Untuk siapakah pujian itu ? bukan…kali ini bukan untukku tapi untuk saudari tiriku, dia adalah Rani Kusuma Ningsih, sejak seminggu yang lalu tinggal di rumah Ayah karena ibunya menikah dengan Ayahku. Sedangkan aku july Namira Setiawan tapi biasa di panggil princess July sama Ayah karena aku bagaikan seorang putri, itu sih menurut Ayah nggak tahu yang lain. Sejak umurku 15 tahun aku tinggal berdua dengan Ayah karena lbuku telah pergi untuk selama-lamanya setelah setahun berjuang menghadapi penyakit kanker yang di deritanya, sejak saat itu Ayah menjadi orang tua tunggal bagiku meskipun begitu aku tidak pernah merasa kesepian karena Ayah selalu ada di saat aku membutuhkannya, dia tak pernah membuatku sedih karena itulah aku sangat sayang padanya. Setahun yang lalu Ayah menikah lagi dengan ibu mila, seorang dokter yang ditinggal mati suaminya. Dia mempunyai seorang putri yang bernama Rani yang tinggal dengan neneknya tapi sejak seminggu yang lalu telah tinggal bersama kami yang tentunya atas suruhan Ayah. Alasannya sih biar aku ada temennya di rumah dan bisa akrab jadi saudara nantinya. Karena umur kami tidak jauh berbeda. Sebentar lagi umurku 17 tahun dan dia 16 tahun dan kami akan satu sekolahan atau mungkin akan satu kelas nantinya dan ternyata benar kamipun satu kelas dan itu semakin membuatku menderita. Rani adalah gadis yang cantik dan juga ramah mungkin karena itu ia cepat akrab denganAyah, teman-temanku juga banyak yang suka padanya tapi tidak denganku.
Anak-anak di sekolah ini selalu ingin tahu lebih banyak tentang kami, nggak tahu kenapa? Saat bel istirahat berbunyi aku langsung pergi ke kantin, biasanya aku pergi sama Sasa, temen yang paling akrab denganku tapi hari ini dia tidak masuk karena sakit jadinya aku pergi sendiri deh. Tidak seperti biasanya, aku sekarang lebih memilih untuk duduk di pojokan kantin. Ya, duduk di pojokan kantin sendiri tanpa teman. Sepertinya tak ada yang mau menemaniku mungkin karena sipatku yang selalu angkuh terhadap mereka dan selalu ingin menang sendiri. Ah, tentu masih ada satu orang yang perduli, dialah Mario hadinata. Dia putra pak Hadinata rekan bisnis Ayah. Mario merupakan idola cewek-cewek di sekolah ini tapi tidak semuanya sih, salah satunya aku, nggak tahu kenapa mungkin karena dia bukan tipeku. Ia memiliki banyak hal yang membuatnya terkenal. Di ganteng, manis, pintar dan yang lebih penting lagi dia marupakan anak tunggal dari pengusaha kaya.
“ hei disini ya ternyata? di cari cari dari tadi malah menyendiri di sini “ sapanya ramah.
“ memangnya ada apa?”
“ nggak kenapa-kenapa sih, ngomong-ngomong kenapa mie ayamnya nggak dimakan cuma di lihatin saja dari tadi?”
“bukan urusanmu ” jawabku ketus
“ ini ada cokelat, kamu makan ya! Kalau muka kamu terus di tekuk seperti itu nanti kamu nggak cantik lagi, kalau nggak cantik nanti nggak ada yang manggil princess lagi” hiburnya.
Ya, dari dulu Mario memang seperti itu, dia sangat baik padaku meskipun aku selalu jutek padanya. Ia terus saja berceloteh menghiburku sepertinya dia tahu penderitaan yang aku alami.
“ seharusnya kamu temani adik tirimu, dia kan baru pindah kesini, dia pasti kebingungan beradaptasi”
“ cukup!! Pergi dari hadapanku!!!” teriakku emosi.
Kenapa semua orang ingin mencampuri urusanku, apalagi Mario apa dia merasa hebat hanya karena dia telah memberiku cokelat, apa dia kira aku seperti cewek-cewek lainnya yang selalu menuruti apapun yang ia inginkan. Apa dia pikir semudah itu ia menaklukkan hatiku? Ya Tuhan kenapa perasaanku jadi seperti ini, aku begitu tersiksa dengan keadaan ini, kenapa ayahku harus menikah lagi? kenapa aku punya saudari tiri yang membuatku kehilangan banyak hal, kenapa Tuhan? Kenapa...? aku harap semua ini hanyalah mimpi saat esok tiba semua akan baik-baik saja. Ya, pasti begitu.
. . .
“kak... bangun, ini sudah siang!!!” ada suara yang sama sekali tidak asing ditelingaku. Oh, tidak! Suara itu, suara yang tidak ingin kudengar, suara yang membuat mimpi burukku masih berlanjut, nggak tahu sampai kapan?
“tok..tok..tok..” pintu kamarku terus saja diketuk. Saat kubuka ia muncul dengan wajah ceria nggak lupa dengan senyum manisnya. Heran kenapa dia selalu tersenyum padaku padahal aku selalu bersikap dingin padanya bahkan kadang-kadang aku membentaknya.
“ sarapan kak!” ajaknya ramah
“ Ya sebentar lagi” jawabku ketus.
“ tumben princess Ayah bangun kesiangan” Tanya Ayah memecah keheningan di meja makan” Princess July mau sarapan pakai apa, nasi goreng atau roti?” tapi baru aku mau ngejawab pertanyaan Ayah, jantungku langsung mau copot rasanya pas ngedengerin omongan Ayah..
“ kalau princess Rani pasti sarapan pakai nasi goreng ya? tanya Ayah memastikan”
Yang ditanya senyum-senyum saja. Sungguh.. ini pemandangan yang sangat luar biasa, potret keluarga yang paling harmonis. Mungkin yang paling harmonis di asia tenggara. Tapi semua ini tak bisa buatku bahagia malah semakin buatku menderita, kecewa, hatiku hancur berkeping-keping rasanya aku ingin lari dari semua ini. Bayangkan saja, aku satu-satunya putri Ayah yang paling ia sayangi sampai kapanpun dan yang lebih penting hanya akulah yang boleh menyandang princess di rumah ini karena akulah satu-satunya putri Ayah. Princess July. Tapi sekarang semuanya berubah. Rasanya Ayah tidak lagi menyayangiku seperti dulu, Ayah tidak pernah menemaniku belajar, tidak bisa melewatkan waktu berdua diakhir pekan dan yang lebih menyakitkan lagi Ayah panggil Rani dengan sebutan princess juga padahal dulu Ayah selalu bilang hanya akulah princess di hatinya. Ini menyakitkan.! Sangat menyakitkan.!!!.semua ini karena Ayah menikah lagi. Apalagi setelah datangnya Rani, aku benar-benar menjadi orang yang paling kesepian. Aku melalui hari-hari yang menyedihkan, sepi, bosan dan selalu kesal setiap saat.
Di sekolah konsentrasiku berantakan. Aku hanya memandang pilu teman-tamanku yang bercanda riang dengan teman sebangkunya. Meskipun Sasa dari tadi menghiburku tetap saja itu tak bisa buat hatiku ceria. Aku benar-benar kecewa dengan perubahan Ayah. Sebaiknya Nanti siang aku ajak Ayah jalan-jalan, siapa tahu hubungan kami akan membaik. Sama seperti dulu saat Ayah belum menikah.
Setengah berlari kuburu pintu rumahku, kembali berharap Ayah duduk baca Koran menanti diriku. Tapi, suasana rumah sangat sepi hanya ada bik siti yang sibuk sendiri dengan acara memasaknya. Mungkin Ayah belum pulang karena ada urusan di kantor. Aku mencoba memahami. Mungkin sebaiknya aku mandi dan bersiap-siap biar nanti Ayah datang kita langsung berangkat karena tak usah menungguku.
Hari hampir sore, sudah 2 jam aku menunggu seorang diri tapi Ayah belum juga pulang, hatiku merasa was-was aku benar-benar panik, aku terus memikirkan sesuatu yang buruk yang mungkin saja terjadi sama Ayah. Kepanikanku pun bertambah saat HP Ayah tak bisa kuhubungi. “mungkin tak ada sinyal “ pikirku mencoba menenangkan hatiku tapi sekuat apapun aku berusaha tetap tak bisa membuat hatiku tenang karena Ayah selalu kabari aku saat terlambat pulang ke rumah.
“ tok..tok..tok..” pintu kamarku diketuk, kuharap wajah Ayah yang muncul di depan pintu. Oh tidak! Ternyata itu bik siti.
“ apa mau saya siapkan makan siangnya sekarang non?” tanyanya yang ke tiga kali. Aku heran kenapa hari ini orang-orang di rumah ini aneh, Ayah yang belum pulang dari tadi, Rani dan lbunya juga tidak ada di rumah dan yang terakhir bik siti yang dari tadi membujuk aku makan bahkan sampai tiga kali. Aku heran, meskipun aku bentak tiap kali ia menawariku tetap saja ia tidak kapok.
“tidak” jawabku penuh emosi. Dan jangan menawariku lagi karena aku mau nunggu Ayah.
“ oh iya non mungkin Ayah non pulangnya malam soalnya beliau lagi di rumah sakit nemenin non Rani”
Bagai disambar petir di siang bolong, kata-kata bik siti membuatku sangat terluka.
“ brakkkk” ku banting pintu kamar tanpa ampun. Emosiku meledak-ledak. Bik siti yang kaget karena bunyi pintu langsung berlari ke dapur. Dengan membabi buta kuacak-acak kamar, jam pemberian Ayah langsung aku banting ke dinding, tangisku meledak. Aku tersungkur sedih. Aku masih tak percaya dengan kenyataan yang menimpaku ini, semua orang keterlaluan kenapa tidak ada yang perduli akan diriku? Kenapa “ pantas saja HP Ayah tak aktif mungkin karena tak ingin di ganggu olehku, kenapa Ayah berubah secepat itu, bukankah aku satu-satunya putrinya. Apakah aku tidak di harapkan lagi disini? Apakah aku tak berarti lagi? Mungkin mereka akan lebih bahagia kalau aku mati. Ya mungkin saja seperti itu. Jadi untuk apalagi aku disini mungkin aku harus pergi untuk selama-lamanya.
Dengan bercucuran air mata tanganku terus saja menari di atas kertas putih yang akan ku persembahkan untuk Ayah. Isi hatiku. Isi hati putrinya yang yang kini terbuang.
Untuk ayah tersayang….
Yah.. maaf ya, July pergi tanpa pamit. Ayah adalah orang yang paling berarti bagi July. Terima kasih telah mengajak July melangkah sejauh ini, menjaga July dengan tulus.. Oh.. Ayah betapa ingin July tunjukkan isi hati ini agar Ayah tahu betapa Ayah sangat berharga bagi July
July selalu ingin melihat Ayah bahagia tapi kenyataannya July selalu membuat Ayah kecewa. Tak pernah membuat Ayah bangga. Apa Ayah tahu? Hal yang paling membahagiakan bagi July adalah bisa menjadi anak Ayah. Sungguh… Ayah adalah Ayah terbaik sedunia yang pernah ada. Sekali lagi maaf ya Yah karena July pergi tanpa pamit. July sayang Ayah…..
Aku mulai mengemasi barang-barangku, aku hanya membawa beberapa potong pakaian. Aku berubah pikiran. Aku memutuskan untuk meninggalkan rumah saja dan tidak jadi bunuh diri. Aku mengurungkan niatku untuk terjun dari atas genteng atau melompat dari jendela. Itu cara mati yang sangat menyedihkan di samping itu juga aku takut ketinggian. Pilihan terakhirpun tak ku lakukan yakni keinginan nyebur ke kolam dan membiarkan diriku tenggelam. Mengingat aku pernah juara berenang saat masih SMP dulu, rasanya aneh mati di kolam untuk perenang hebat sepertiku. Dan jalan yang terbaik adalah pergi dari rumah ini, rumah yang penuh dengan cinta saat lbu ada.
. . .
Malam telah datang menyapa. Aku terus saja berjalan mengikuti langkah kakiku tak tahu harus kemana, belum satu kilo berjalan kaki ini sudah menagih ingin istirahat, lagi pula aku juga tak tahu harus pergi kemana jadi ku putuskan untuk istirahat saja. Saat kantuk perlahan-lahan datang menghampiri. tiba-tiba saja dari arah belakang seseorang menyentuh pundakku dan betapa terkejutnya aku siapa orang yang duduk di sebelahku, dialah Mario, anak pak Hadinata, satu-satunya anak teman ayah yang tak pernah bosan sok peduli padaku.
“ngapain di sini sendirian” tanyanya sok akrab
“ bukan urusanmu” jawabku ketus, nggak tahu kenapa aku begitu membencinya, aku tak pernah suka. Dia selalu sok akrab denganku tapi anehnya dia tak pernah menunjukkan ekspresi marah terhadapku bahkan dia selalu baik padaku meski tak terhitung berapa kali aku membentaknya. Aku juga sempat heran dengan diriku kenapa dia begitu memuakkan di mataku, padahal cewek-cewek di sekolah pada antri nunggu giliran jadi pacarnya. Dia itu seperti piala bergilir bagi bagi cewek-cewek cantik di sekolah. Bagaimana tidak, sudah tak terhitung jumlah cewek-cewek cantik dan populer pernah pacaran dengannya. Aku rasa dia hanya main-main saja karena masa pacaran dengan cewek-cewek tersebut hanya sebentar saja, malah sempat ku dengar cewek-cewek yang pernah dipacarinya punya masa aktif dan masa tenggang segala, kayak kartu saja dan mungkin karena alasan itulah yang membuatku semakin membencinya.
“kawasan ini rentan akan kriminal, cepat naik ke mobil aku antar pulang!” dia mulai menunjukkan sifat sok pedulinya, tanpa menunggu jawaban dariku dia langsung saja menarik tanganku, aku yang kaget dan sedikit ngeri membayangkan tindak kriminal yang sering aku tonton di TV hanya ikut saja masuk ke mobilnya.
“aku tidak mau pulang” protesku di mobil
“ memangnya kamu mau kemana?” tanyanya penasaran. dia tetap saja berceloteh dan aku tetap saja diam. Aku harap dengan diamku dia mengerti kalau aku mau diturunkan saja. “aku tahu kenapa kamu nggak mau pulang, kamu mau tidur di masjidkan? kau sebutkan saja nama masjidnya, nanti aku antar kesana” ujarnya sambil tersenyum. Rasanya ia memang tak pernah lelah untuk menghiburku, tapi kali ini ia berhasil wajah masam yang selalu kutunjukkan di hadapannya tak ada lagi kini berganti dengan wajah manis dengan balutan senyum menawanku. Dan betapa terkejutnya aku karena mobil yang aku tumpangi berhenti tepat disebuah apartement mewah miliknya. Otakku pun dalam sekejap telah terisi penuh pikiran buruk tentangnya. Mungkin karena ngelihat aku yang dari tadi melotot padanya dia langsung berujar
” aku membawamu kesini karena aku takut kamu bakal di ganggu orang di jalan, kamu tenang saja, aku bukan orang yang seperti itu, sebaiknya kamu buang jauh-jauh pikiran kotormu tentang diriku”
“sok tahu kamu, aku tidak berpikiran buruk kok” elakku
“baguslah kalau begitu” jawabnya mantap sambil memberi isyarat agar aku mengikutinya. Sementara dalam hati berdoa. Ya Tuhan maafkan hambamu ini karena telah berbohong dan hamba mohon jagalah hamba malam ini. Aku merasa dia selalu bisa menebak apa yang ada dalam pikiranku.
“kamu bisa tidur di kamarku biar nanti aku yang tidur di luar, kalau kamu belum juga nyaman kamu bisa menguncinya dari dalam!” ujarnya begitu sampai di dalam apartementnya.
“atau perlu aku ambilkan baju ganti untukmu supaya tidurmu nyenyak?”
“nggak perlu, aku kan rencananya mau kabur dari rumah. Jadi, aku bawa beberapa baju di tasku, makasih ya..” jawabku sambil tersenyum manis. Dia hanya tersenyum. Baru kali ini aku merasa sangat bahagia melihatnya di dekatku. Yah, mungkin itu karena ia telah menolongku.
Kamarnya sangat bersih , semua tertata dengan rapi, beberapa tangkai bunga mawar segar beserta pot kecil yang lucu nongkrong menghias meja belajarnya. Sebuah poto dengan gambar seorang ibu yang merangkul anak kecil yang lucu bergantung di dinding dengan bingkai yang menawan. Mungkin itu adalah potonya waktu ia masih kecil dengan ibunya , tapi kenapa ya saat acara-acara tertentu di rumah, dia hanya datang dengan ayahnya. Sedangkan ibunya tidak pernah datang. Ah sudahlah, kenapa aku harus memikirkan keluarga orang lain, aku seharusnya tidak mencampuri urusan orang lain.
Saat sedang asyik melihat-lihat isi kamar cowok yang selama ini kubenci mataku tertumpu pada sesuatu yang terlihat aneh. Di depan pintu kamar mandi terlihat ada pintu yang tak biasa. Ukurannya kecil tidak seperti pintu pada umumnya tapi lebih mirp seperti jendela dengan ukiran yang indah, di depan pintu tersebut juga terdapat aksesoris seperti bingkai yang unik dan sangat indah dengan tulisan di dalamnya “ my love “ dua kata tersebut dengan rapi berjajar di dalam bingkai tersebut.
Rasa penasaran yang tak bisa ku tahan membuatku ingin mengetahui apa yang ada dalam ruangan tersebut.dengan sangat perlahan tanpa suara pintu itupun terbuka. Dengan sangat hati-hati ku langkahkan kakiku masuk ke dalam. Suasana yang gelap sedikit membuatku takut tapi tetap saja ku langkahkan kakiku demi rasa penasaranku.
Dengan kutemukannya sakelar lampu kamar itu maka berakhirlah kegelapan yang membuatku tadi sedikit merinding. Betapa terkejutnya aku saat mataku menatap apa yang ada pada rungan tersebut. Ruangan itu seperti sebuah galeri foto karena begitu banyak foto yang ada disana. Mungkin ratusan foto, ada foto ayahnya, foto wanita yang sama dengan yang di luar tadi, foto seorang wanita yang mungkin saja adalah kakaknya dan…dan…fotoku? Ya itu memang fotoku. Foto saat aku belajar di kelas, di kantin, di lapangan dan saat aku merayakan ulang tahunku yang ke 16, benarkah ini adalah diriku tapi kapan dia memotretku, kenapa aku sampai tidak tahu akan itu? Jumlahnya sangat banyak bahkan melebihi koleksi fotoku yang ada di rumah. Dan kenapa pula ia menyimpan fotoku sebanyak itu. Ah.! Sudahlah, aku tidak ingin memikirkannya. lebih baik aku tidur saja karena besok pagi aku harus melanjutkan perjalananku. Aku tidak mungkin selamanya akan tinggal di sini jadi malam ini aku harus tidur dengan nyenyak supaya besok aku lebih segar.
. . .
Tak terasa pagi telah datang menyambut hatiku yang semakin kelam. Sinar yang masuk melalui celah jendela membuatku sedikit silau karena sinarnya tepat ke arah mataku. Ku tinggalkan bantal guling yang dari semalam menemani tidurku, kulangkahkan kaki menuju kamar mandi.
“ princess…” dari balik pintu kamar terdengar ada suara yang memanggilku. Kembali ku berharap itu suara Ayah tapi mana mungkin aku kan sedang tidak di rumah. Seraut wajah muncul dengan senyumannya yang khas begitu pintu kubuka.
“ sarapan yuk! “ ajaknya
Kali ini aku tidak menolak, di samping sudah lapar aku juga ingin menghargainya karena ia telan menolongku semalam.
“kamu sendiri yang menyiapkan semua ini?” tanyaku kaget begitu tiba di meja makan.
“ ya” jawabnya singkat.
Terlihat meja makan yang tertata rapi di atasnya terhidang nasi goreng campur sosis dan tidak lupa telur setengah matang di atasnya, susu coklat panas tak ketinggalan juga. Benar-benar sarapan kesukaanku, aku tidak tahu kenapa dia bisa tahu sarapan kesukaanku, selalu tahu apa yang aku inginkan. Ah, sudahlah kenapa aku harus memikirkan hal sespele seperti ini. Mungkin saja karena faktor kebetulan semata.
Semakin lama aku tinggal disini semakin banyak hal aneh yang ku temui. Foto-fotoku yang tak pernah kutahu kapan itu di ambil terpampang bebas di kamar anehnya, tinggal seorang diri di apartement mewah, padahal setahuku orang tuanya punya rumah yang tidak kalah mewahnya dengan apartementnya ini.
Rasa benciku yang sudah mendarah daging setiap melihatnya kini tidak ada lagi. Malah aku sedikit kagum padanya. Aku heran kenapa dulu aku begitu membencinya padahal dia selalu baik padaku dan yang lebih penting dia selalu memanggilku dengan princess sama seperti Ayah memanggilku. Sampai sekarang aku tak pernah tahu kenapa dia selalu tahu apa yang aku inginkan, apa yang aku rasakan.mungkin nggak sih dia jatuh cinta padaku terus mencari tahu apa saja mengenai diriku, mengabadikan fotoku diam-diam. Ah, rasanya tidak mungkin, kalau memang ia jatuh cinta padaku ia pasti langsung mengungkapkannya karena ia orangnya tak suka memendam perasaan buktinya mantan pacarnya seabrek melebihi banyaknya orang ngambil sembako kalau mereka semua dikumpulin.
“kenapa senyum-senyum sendiri?” tanyanya memecah lamunanku
“oh nggak ada apa-apa kok” jawabku gelagapan.
“setelah selesai sarapan aku akan pergi, jadi kamu bisa tidur di kamarmu lagi, kamarmu nyaman tidurku jadinya lelap semalam. Makasih ya karena telah memberiku tumpangan” ujarku basa-basi.
“ sama-sama” jawabnya singkat sambil tersenyum dan kembali menyantap sarapan yang ada di depannya.
Selesai sarapan akupun undur diri, kembali menjadi tunawisma yang penuh percaya diri. Tak lupa kuucapkan terima kasih untuk yang kesekian kalinya karena telah menampungku.
Aku terus berjalan mengikuti langkah kaki, tanpa arah dan tujuan. Tak tahu harus kemana. Yang pasti aku ingin pergi sejauh mungkin dari orang-orang yang ingin melupakanku, dari Ayah yang tidak perduli lagi padaku.
Pagi telah berganti dengan siang. Tak terhitung lagi berapa ribu langkah aku melangkah. Awan putih yang dari tadi mengikuti langkah kakiku tak bisa melawan panas yang serasa membakar kulitku. Terlihat beberapa orang yang pulang dari tempat kerjanya. Apa Ayah juga sudah pulang kerja? Apa Ayah memikirkan aku seperti aku memikirkannya? Hatiku mengeluh sakit.
Aku berdiri mematung di atas jembatan. Pemandangan dari sini sangat indah. Hamparan sawah menghijau membuat mata tak lelah memandang, air sungai yang ada di bawah jembatan mengalir tenang penuh kedamaian. Sejenak aku merasa bebas, bebanku serasa terlepas seiring air yang terus mengalir.
Tak terasa malam mulai menyergap, gelap terasa begitu menakutkan.aku mulai ketakutan, tak mugkin aku tetap berdiri disini, aku harus mencari tempat untuk beristirahat. Dalam langkah putus asaku, aku berharap ada orang yang mau menampungku seperti kemarin malam. Aku terus melangkah ditemani ketakutan yang amat sangat.
“hei berhenti” tiba-tiba suara garang menghentikan langkahku, jantungku serasa ingin copot saat berbalik melihat arah suara. Terlihat dua orang laki-laki tinggi besar yang berewokan, bertampang menyeramkan dengan pakaian yang sangat kumal seperti pakaian yang tidak pernah dicuci selama satu bulan.
“brother kita dapat santapan empuk” teriaknya lagi.
Aku merinding mendengarkan kata-katanya. Apa maksudnya santapan empuk? Apakah aku akan…..aku semakin merinding memikirkan apa yang akan terjadi padaku nanti. Aku sering mendengar berita-berita di TV yang sangat menakutkan. Banyak gadis yang di bunuh setelah diperkosa dan mayatnya di buang ke sungai, dan yang lebih sadis lagi kasusnya Rian jombang. Apakah nasibku akan sama dengan semua korbannya. Setelah di bunuh, untuk menghilangkan jejak, tubuhku dipotong-potong dan di masukkan ke dalam tas dan di buang terpisah.
Aku menangis dan berteriak sekeras-kerasnya berharap ada yang mau menolongku tapi gerakan secepat kilat mereka membungkam mulutku, menarik tanganku dengan kasar tanpa perduli aku kesakitan atau tidak.
Kedua tanganku diikatkan ke tiang, entah dimana aku sekarang yang jelas aku berada di rumah tua yang sudah tak terurus lagi. Kotor dan bau karena sampah ada dimana-mana. Mungkin saja ini markas mereka.
Temennya yang diam dari tadi tiba-tiba menghapiriku, wajahnya lebih menyeramkan karena terlihat beberapa bekas jahitan di pipinya, matanya yang terus saja memandangiku benar-benar membuatku semakin takut.
“nona manis, pasti kamu anak orang kaya yang tersesat ya?” suaranya lembut tapi tetap saja membuatku merinding
“ udah brother, nggak usah banyak Tanya. Langsung geledah saja, dia pasti anak orang kaya lihat saja pakaiannya. Dia pasti bawa uang yang sangat banyak “ orang yang dipanggil brother langsung menarik tasku dengan kasar. Aku hanya bisa menangis melihat perlakuan mereka padaku. Aku terus berpikir apa yang akan terjadi padaku lagi nanti, apakah mereka akan membunuhku? Sejuta penyesalan memenuhi relung hatiku, andai waktu bisa diputar kembali aku akan jadi anak yang baik untuk Ayah dan tidak akan pernah kabur seperti ini. Tapi apa gunanya sekarang nasi telah menjadi bubur dan aku harus menghadapi semuanya tanpa ada orang yang akan menolongku. Aku terus meratapi nasip yang kualami.
“ Allah… tolonglah hambamu ini ya Allah” bibirku terus menyebut nama Allah. Ada ketenangan tersendiri saat menyebut namanya. Karena malam yang dingin tubuhku menggigil, perutku terasa sakit mungkin karena dari tadi siang belum diisi ditambah lagi aku sangat ketakutan. Ya, dalam keadaan seperti ini aku baru menyebut namanya. Aku benar-orang yag tidak berguna. Semua kejadian ini karena salahku. Baru sekarang aku menyadari betapa egois dan manjanya diriku.
“ Allah…Allah..” aku terus menyebut namanya dalam ketidakberdayaan ini. ya Allah seandainya ada orang yang menyelamatkan aku dari orang-orang jahat ini. Aku janji aku akan berubah menjadi anak yang baik, yang berbakti pada orang tua, menyayangi sesama dan tidak akan egois lagi dan yang lebih penting aku akan berusaha dekat dengan-Mu ya Allah dan untuk orang yang menyelamatkanku jika dia cewek akan ku jadikan saudara. Jika yang menyelamatkanku adalah cowok maka akan aku jadikan pacar itu janjiku ya Allah. Hukum hambamu ini jika tak menepatinya tapi hamba harap hukumannya jangan terlalu berat ya Allah.
Aku lihat dua sosok bayangan mengendap-endap dari balik jendela dan tiba-tiba muncul kepala seseorang yang aku kenal dialah Mario. Nyaris aku menjerit karena kaget
Mario keluar dari tempat persembunyian
‘hei kalian berdua. Buggk..” Mario dengan gerakan yang cepat langsung mengarahkan tinjunya pada laki-laki yang mempunyai bekas jahitan di wajahnya itu. Beberapa pukulan bertubi-tubi khas seorang karateka pemegang sabuk hitam menghujani para penculik tersebut. Sedangkan Rani berusaha membuka tali yang melilit tanganku
Para penculik itu mencoba melawan. Tetapi dengan gerakan yang sangat cepat pula Mario menghajar penculik tersebut hingga mereka tak berdaya dan ngusruk di pojok ruangan.
Bag…big…bughhh!!!
Ampun..ampun…!!
“ hmm… itu akibatnya jika berani menggaggu orang yang aku cintai, kalau kalian melakukannya lagi, tamat riwayat kalian” ancam Mario sinis.
Kata-kata Mario sempat membuatku meleleh, seperti adegan dalam film memories of bali yang pernah ku tonton, aku merasa seperti Ha Ji Won yang diselamatkan Jo ln Sung. Benar-benar adegan yang sangat romantis.
“ kakak nggak apa-apa kan?” Tanya rani memecahkan lamunanku.
“ya, aku nggak apa-apa” jawabku dalam pelukannya. Aku malu dengan semua hal yang menimpaku. Benar-benar sangat malu, bagaimana tidak setelah sekian hari aku tak pernah menganggapnya saudariku. Aku selalu merasa terganggu dengan kehadirannya. Seharusnya aku beruntung punya saudari seperti dia dan yang lebih penting lagi aku juga masih punya orang tua yang sangat menyayangiku.
“ sudah, jangan menangis lagi. Setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan dan untuk ke depannya bagaimana cara kita memperbaiki kesalahan tersebut” Mario mencoba menghibur ketika melihatku gundah.
“ sekarang kakak pulang ya, Ayah lagi sakit tapi tidak mau dirawat di rumah sakit. Ayah takut kakak pergi lagi kalau sampai nggak ngelihat Ayah di rumah. Rani minta maaf ya kak. Kalau saja hari itu penyakit Rani nggak kambuh dan Ayah nggak nemenin Rani di rumah sakit tentu saja Ayah bakal pulang nemenin kakak di rumah dan kakak pasti nggak bakal pergi dari rumah.
Aku cemas mendengar Ayah sakit. Perasaan bersalah itu semakin menggunung. Alangkah hancurnya hati Ayah saat tahu aku pergi dari rumah.
“ terima kasih ya, karena kalian aku jadi sadar akan semua kesalahan yang selama ini aku perbuat”
Dengan hati yang riang, aku dan Rani bergandengan tangan. Lukisan kebahagiaan menyelimuti hati kami. Langkahku terasa ringan teriring bersama tekadku yang baru.
“ Ayah, aku akan pulang!”
. . .
Sesampainya di rumah, tanpa menunggu Rani dan Mario turun dari mobil aku langsung berlari menuju kamar Ayah. Aku gembira . inilah saatnya aku bertemu Ayah .hatiku dag.. dig.. dug.. membayangkan pertemuan dengan Ayah, akankah Ayah senang atau kecewa padaku. Apapun yang terjadi nanti yang pasti aku harus minta maaf sama Ayah.
Langkahku terhenti di pintu kamar Ayah. Perasaan takut dan bersalah mendera menahan langkahku. Dari balik pintu kulihat lbu sedang memberi Ayah obat. Ayah terbaring pucat di ranjang.
“ maafkan lbu ya Yah, kalau saja Ayah nggak menemani Rani di rumah sakit mungkin July tidak akan kabur dari rumah” ujar lbu sambil menangis.
“sudahlah bu, jangan merasa bersalah gitu, Ayah yang salah karena terlalu memanjakannya sehingga ia menjadi anak yang sangat manja.
Aku tertegun. Apa yang dikatakan Ayah memang benar. Aku sangat manja dan egois dan akibatnya aku diculik dan hampir celaka.
“ meskipun dia bukan anak kandungku. Aku sayang padanya seperti aku menyayangi Rani. Sungguh.. aku benar-benar menyayanginya.” Suara lembut lbu menggetarkan hatiku.
Air mataku berhamburan mendengar pengakuan lbu. Ia begitu menyayangiku meskipun aku terkadang membencinya karena berpikir ia telah mengambil Ayah dariku. sering aku mendengar cerita ibu tiri yang sangat jahat. Ia selalu menyiksa anak-anak saat ayah mereka sedang tidak ada di rumah. Tapi lbu tidak pernah melakukan itu padaku. Ia selalu bersikap baik dan perhatian padaku.
“Yah… Bu...” Pelan suaraku menyapa mereka. Mereka berhamburan memelukku.
“ sayang maafkan Ayah ”
Aku hanya tersenyum mendengar kata-kata Ayah. Entah kenapa beban yang aku rasakan selama ini langsung lenyap seketika. Aku bahagia Ayah telah menikah dengan orang seperti lbu. Ya, aku sangat bahagia.
“ princess Rani, kenapa mematung disana. Kesini sayang” ajak Ayah ketika melihat Rani yang sedari tadi berdiri di ambang pintu. Aku kembali tersenyum mendengar Ayah manggil princess ke Rani. Sekarang panggilan sayang itu juga boleh disandang Rani karena ia adalah saudariku, saudariku yang cantik, Manis dan baik hati.
. . .
Ketika sedang asyik-asyik bercengkrama di kantin sekolah bersama Rani dan Sasa. Betapa terkejutnya aku karena tiba-tiba di depanku telah berdiri si Mario.
“ hai, ternyata disini. Dari tadi aku mencarimu. Ada yang mau aku omongin sebentar. Ada waktu nggak?” ujarnya pelan.
“ oya bisa kok, bicara saja!”
“ kalau gitu kita bicara di kelas saja ya!” Ia memberikan isyarat agar aku mengikutinya ke kelas. Aku masuk ke kelas kami yang kosong. Ia sudah menungguku
“ kenapa mesti di kelas, memang kamu mau ngomong apa?” tanyaku setelah tiba di kelas.
“ july, ada yang mau aku omongin…..”ucapannya terlihat sangat serius.
“ sungguh.. setiap kali melihatmu hatiku bergetar hebat. Sebenarnya aku tidak ingin megatakannya padamu tapi kali ini aku benar-benar tak bisa menahan diri. Selama ini aku tidak mengatakannya bukan karena aku tidak merasakannya. Hanya saja aku belum menemukan kata-kata yang mewakili hebatnya perasaanku. Sungguh... Aku menyangimu lebih dari yang kau tahu”
Mataku berkaca-kaca mendengarnya. Belum sempat aku menjawab pertanyaanya tiba-tiba saja dengan gerakan secepat kilat ia menarikku ke pelukannya. Aku yang terkejut langsung menepis tangannya yang terus melingkar di badanku. Dengan kekuatan yang aku miliki tak mampu membuatku keluar dari rangkulannya. Entah kenapa aku merasa nyaman dalam rangkulannya. Tak ada sedikitpun rasa benci yang dulu menggelora. Mungkinkah aku juga menyukainya? Entahlah, yang jelas aku menerima cintanya. Di samping rasa yang membuatku nyaman di sisinya dengan menerima cintanya pun aku telah memenuhi janjiku pada Tuhan. Janji yang membuatku mendapatkan semua milikku yang sempat terabaikan.
“ Mario, boleh aku Tanya sesuatu?”
“ Tanya apa”
“ kenapa setiap minggu kamu selalu ganti cewek?” tanyaku penasaran.
“ karena aku tidak bisa mendapatkan hatimu”
Aku tertegun. Kalimat terakhirnya membuatku meleleh, mencair dan tergenang di lantai kebahagiaan. Aku tidak menyangka selama ini begitu banyak orang yang menyayangiku. aku baru menyadari betapa beruntungnya aku. Punya orang tua yang selalu menyayangiku sepenuh hati, saudari yang bisa menerimaku apa adanya dan sekarang hadirnya seseorang yang tak takut melawan apapun demi melindungiku. Tuhan terima kasih Engkau begitu baik padaku. Terima kasih telah memilihku disaat aku merasa kalau aku bukanlah pilihan. Sungguh.... Selamanya aku akan berbakti pada-Mu. Ini janjiku.
“ Waw.. cantiknya!” teriak candil si playboy cap kapak. Ini cewek cantik banget kayak bidadari dari langit” moldy tak ketinggalan ikut berkomentar. “bodynya OK banget bo kayak aqiu gitcu!!” Beno si gagah gemulai lebih histeris lagi memberi sanjungan.dan seribu pujian yang senada berhamburan keluar . cantik, seksi, manis,dan masih banyak lagi komentar basi lainnya. Terlalu basi karena komentar itu sudah aku dengar di rumah berkali-kali.
Untuk siapakah pujian itu ? bukan…kali ini bukan untukku tapi untuk saudari tiriku, dia adalah Rani Kusuma Ningsih, sejak seminggu yang lalu tinggal di rumah Ayah karena ibunya menikah dengan Ayahku. Sedangkan aku july Namira Setiawan tapi biasa di panggil princess July sama Ayah karena aku bagaikan seorang putri, itu sih menurut Ayah nggak tahu yang lain. Sejak umurku 15 tahun aku tinggal berdua dengan Ayah karena lbuku telah pergi untuk selama-lamanya setelah setahun berjuang menghadapi penyakit kanker yang di deritanya, sejak saat itu Ayah menjadi orang tua tunggal bagiku meskipun begitu aku tidak pernah merasa kesepian karena Ayah selalu ada di saat aku membutuhkannya, dia tak pernah membuatku sedih karena itulah aku sangat sayang padanya. Setahun yang lalu Ayah menikah lagi dengan ibu mila, seorang dokter yang ditinggal mati suaminya. Dia mempunyai seorang putri yang bernama Rani yang tinggal dengan neneknya tapi sejak seminggu yang lalu telah tinggal bersama kami yang tentunya atas suruhan Ayah. Alasannya sih biar aku ada temennya di rumah dan bisa akrab jadi saudara nantinya. Karena umur kami tidak jauh berbeda. Sebentar lagi umurku 17 tahun dan dia 16 tahun dan kami akan satu sekolahan atau mungkin akan satu kelas nantinya dan ternyata benar kamipun satu kelas dan itu semakin membuatku menderita. Rani adalah gadis yang cantik dan juga ramah mungkin karena itu ia cepat akrab denganAyah, teman-temanku juga banyak yang suka padanya tapi tidak denganku.
Anak-anak di sekolah ini selalu ingin tahu lebih banyak tentang kami, nggak tahu kenapa? Saat bel istirahat berbunyi aku langsung pergi ke kantin, biasanya aku pergi sama Sasa, temen yang paling akrab denganku tapi hari ini dia tidak masuk karena sakit jadinya aku pergi sendiri deh. Tidak seperti biasanya, aku sekarang lebih memilih untuk duduk di pojokan kantin. Ya, duduk di pojokan kantin sendiri tanpa teman. Sepertinya tak ada yang mau menemaniku mungkin karena sipatku yang selalu angkuh terhadap mereka dan selalu ingin menang sendiri. Ah, tentu masih ada satu orang yang perduli, dialah Mario hadinata. Dia putra pak Hadinata rekan bisnis Ayah. Mario merupakan idola cewek-cewek di sekolah ini tapi tidak semuanya sih, salah satunya aku, nggak tahu kenapa mungkin karena dia bukan tipeku. Ia memiliki banyak hal yang membuatnya terkenal. Di ganteng, manis, pintar dan yang lebih penting lagi dia marupakan anak tunggal dari pengusaha kaya.
“ hei disini ya ternyata? di cari cari dari tadi malah menyendiri di sini “ sapanya ramah.
“ memangnya ada apa?”
“ nggak kenapa-kenapa sih, ngomong-ngomong kenapa mie ayamnya nggak dimakan cuma di lihatin saja dari tadi?”
“bukan urusanmu ” jawabku ketus
“ ini ada cokelat, kamu makan ya! Kalau muka kamu terus di tekuk seperti itu nanti kamu nggak cantik lagi, kalau nggak cantik nanti nggak ada yang manggil princess lagi” hiburnya.
Ya, dari dulu Mario memang seperti itu, dia sangat baik padaku meskipun aku selalu jutek padanya. Ia terus saja berceloteh menghiburku sepertinya dia tahu penderitaan yang aku alami.
“ seharusnya kamu temani adik tirimu, dia kan baru pindah kesini, dia pasti kebingungan beradaptasi”
“ cukup!! Pergi dari hadapanku!!!” teriakku emosi.
Kenapa semua orang ingin mencampuri urusanku, apalagi Mario apa dia merasa hebat hanya karena dia telah memberiku cokelat, apa dia kira aku seperti cewek-cewek lainnya yang selalu menuruti apapun yang ia inginkan. Apa dia pikir semudah itu ia menaklukkan hatiku? Ya Tuhan kenapa perasaanku jadi seperti ini, aku begitu tersiksa dengan keadaan ini, kenapa ayahku harus menikah lagi? kenapa aku punya saudari tiri yang membuatku kehilangan banyak hal, kenapa Tuhan? Kenapa...? aku harap semua ini hanyalah mimpi saat esok tiba semua akan baik-baik saja. Ya, pasti begitu.
. . .
“kak... bangun, ini sudah siang!!!” ada suara yang sama sekali tidak asing ditelingaku. Oh, tidak! Suara itu, suara yang tidak ingin kudengar, suara yang membuat mimpi burukku masih berlanjut, nggak tahu sampai kapan?
“tok..tok..tok..” pintu kamarku terus saja diketuk. Saat kubuka ia muncul dengan wajah ceria nggak lupa dengan senyum manisnya. Heran kenapa dia selalu tersenyum padaku padahal aku selalu bersikap dingin padanya bahkan kadang-kadang aku membentaknya.
“ sarapan kak!” ajaknya ramah
“ Ya sebentar lagi” jawabku ketus.
“ tumben princess Ayah bangun kesiangan” Tanya Ayah memecah keheningan di meja makan” Princess July mau sarapan pakai apa, nasi goreng atau roti?” tapi baru aku mau ngejawab pertanyaan Ayah, jantungku langsung mau copot rasanya pas ngedengerin omongan Ayah..
“ kalau princess Rani pasti sarapan pakai nasi goreng ya? tanya Ayah memastikan”
Yang ditanya senyum-senyum saja. Sungguh.. ini pemandangan yang sangat luar biasa, potret keluarga yang paling harmonis. Mungkin yang paling harmonis di asia tenggara. Tapi semua ini tak bisa buatku bahagia malah semakin buatku menderita, kecewa, hatiku hancur berkeping-keping rasanya aku ingin lari dari semua ini. Bayangkan saja, aku satu-satunya putri Ayah yang paling ia sayangi sampai kapanpun dan yang lebih penting hanya akulah yang boleh menyandang princess di rumah ini karena akulah satu-satunya putri Ayah. Princess July. Tapi sekarang semuanya berubah. Rasanya Ayah tidak lagi menyayangiku seperti dulu, Ayah tidak pernah menemaniku belajar, tidak bisa melewatkan waktu berdua diakhir pekan dan yang lebih menyakitkan lagi Ayah panggil Rani dengan sebutan princess juga padahal dulu Ayah selalu bilang hanya akulah princess di hatinya. Ini menyakitkan.! Sangat menyakitkan.!!!.semua ini karena Ayah menikah lagi. Apalagi setelah datangnya Rani, aku benar-benar menjadi orang yang paling kesepian. Aku melalui hari-hari yang menyedihkan, sepi, bosan dan selalu kesal setiap saat.
Di sekolah konsentrasiku berantakan. Aku hanya memandang pilu teman-tamanku yang bercanda riang dengan teman sebangkunya. Meskipun Sasa dari tadi menghiburku tetap saja itu tak bisa buat hatiku ceria. Aku benar-benar kecewa dengan perubahan Ayah. Sebaiknya Nanti siang aku ajak Ayah jalan-jalan, siapa tahu hubungan kami akan membaik. Sama seperti dulu saat Ayah belum menikah.
Setengah berlari kuburu pintu rumahku, kembali berharap Ayah duduk baca Koran menanti diriku. Tapi, suasana rumah sangat sepi hanya ada bik siti yang sibuk sendiri dengan acara memasaknya. Mungkin Ayah belum pulang karena ada urusan di kantor. Aku mencoba memahami. Mungkin sebaiknya aku mandi dan bersiap-siap biar nanti Ayah datang kita langsung berangkat karena tak usah menungguku.
Hari hampir sore, sudah 2 jam aku menunggu seorang diri tapi Ayah belum juga pulang, hatiku merasa was-was aku benar-benar panik, aku terus memikirkan sesuatu yang buruk yang mungkin saja terjadi sama Ayah. Kepanikanku pun bertambah saat HP Ayah tak bisa kuhubungi. “mungkin tak ada sinyal “ pikirku mencoba menenangkan hatiku tapi sekuat apapun aku berusaha tetap tak bisa membuat hatiku tenang karena Ayah selalu kabari aku saat terlambat pulang ke rumah.
“ tok..tok..tok..” pintu kamarku diketuk, kuharap wajah Ayah yang muncul di depan pintu. Oh tidak! Ternyata itu bik siti.
“ apa mau saya siapkan makan siangnya sekarang non?” tanyanya yang ke tiga kali. Aku heran kenapa hari ini orang-orang di rumah ini aneh, Ayah yang belum pulang dari tadi, Rani dan lbunya juga tidak ada di rumah dan yang terakhir bik siti yang dari tadi membujuk aku makan bahkan sampai tiga kali. Aku heran, meskipun aku bentak tiap kali ia menawariku tetap saja ia tidak kapok.
“tidak” jawabku penuh emosi. Dan jangan menawariku lagi karena aku mau nunggu Ayah.
“ oh iya non mungkin Ayah non pulangnya malam soalnya beliau lagi di rumah sakit nemenin non Rani”
Bagai disambar petir di siang bolong, kata-kata bik siti membuatku sangat terluka.
“ brakkkk” ku banting pintu kamar tanpa ampun. Emosiku meledak-ledak. Bik siti yang kaget karena bunyi pintu langsung berlari ke dapur. Dengan membabi buta kuacak-acak kamar, jam pemberian Ayah langsung aku banting ke dinding, tangisku meledak. Aku tersungkur sedih. Aku masih tak percaya dengan kenyataan yang menimpaku ini, semua orang keterlaluan kenapa tidak ada yang perduli akan diriku? Kenapa “ pantas saja HP Ayah tak aktif mungkin karena tak ingin di ganggu olehku, kenapa Ayah berubah secepat itu, bukankah aku satu-satunya putrinya. Apakah aku tidak di harapkan lagi disini? Apakah aku tak berarti lagi? Mungkin mereka akan lebih bahagia kalau aku mati. Ya mungkin saja seperti itu. Jadi untuk apalagi aku disini mungkin aku harus pergi untuk selama-lamanya.
Dengan bercucuran air mata tanganku terus saja menari di atas kertas putih yang akan ku persembahkan untuk Ayah. Isi hatiku. Isi hati putrinya yang yang kini terbuang.
Untuk ayah tersayang….
Yah.. maaf ya, July pergi tanpa pamit. Ayah adalah orang yang paling berarti bagi July. Terima kasih telah mengajak July melangkah sejauh ini, menjaga July dengan tulus.. Oh.. Ayah betapa ingin July tunjukkan isi hati ini agar Ayah tahu betapa Ayah sangat berharga bagi July
July selalu ingin melihat Ayah bahagia tapi kenyataannya July selalu membuat Ayah kecewa. Tak pernah membuat Ayah bangga. Apa Ayah tahu? Hal yang paling membahagiakan bagi July adalah bisa menjadi anak Ayah. Sungguh… Ayah adalah Ayah terbaik sedunia yang pernah ada. Sekali lagi maaf ya Yah karena July pergi tanpa pamit. July sayang Ayah…..
Aku mulai mengemasi barang-barangku, aku hanya membawa beberapa potong pakaian. Aku berubah pikiran. Aku memutuskan untuk meninggalkan rumah saja dan tidak jadi bunuh diri. Aku mengurungkan niatku untuk terjun dari atas genteng atau melompat dari jendela. Itu cara mati yang sangat menyedihkan di samping itu juga aku takut ketinggian. Pilihan terakhirpun tak ku lakukan yakni keinginan nyebur ke kolam dan membiarkan diriku tenggelam. Mengingat aku pernah juara berenang saat masih SMP dulu, rasanya aneh mati di kolam untuk perenang hebat sepertiku. Dan jalan yang terbaik adalah pergi dari rumah ini, rumah yang penuh dengan cinta saat lbu ada.
. . .
Malam telah datang menyapa. Aku terus saja berjalan mengikuti langkah kakiku tak tahu harus kemana, belum satu kilo berjalan kaki ini sudah menagih ingin istirahat, lagi pula aku juga tak tahu harus pergi kemana jadi ku putuskan untuk istirahat saja. Saat kantuk perlahan-lahan datang menghampiri. tiba-tiba saja dari arah belakang seseorang menyentuh pundakku dan betapa terkejutnya aku siapa orang yang duduk di sebelahku, dialah Mario, anak pak Hadinata, satu-satunya anak teman ayah yang tak pernah bosan sok peduli padaku.
“ngapain di sini sendirian” tanyanya sok akrab
“ bukan urusanmu” jawabku ketus, nggak tahu kenapa aku begitu membencinya, aku tak pernah suka. Dia selalu sok akrab denganku tapi anehnya dia tak pernah menunjukkan ekspresi marah terhadapku bahkan dia selalu baik padaku meski tak terhitung berapa kali aku membentaknya. Aku juga sempat heran dengan diriku kenapa dia begitu memuakkan di mataku, padahal cewek-cewek di sekolah pada antri nunggu giliran jadi pacarnya. Dia itu seperti piala bergilir bagi bagi cewek-cewek cantik di sekolah. Bagaimana tidak, sudah tak terhitung jumlah cewek-cewek cantik dan populer pernah pacaran dengannya. Aku rasa dia hanya main-main saja karena masa pacaran dengan cewek-cewek tersebut hanya sebentar saja, malah sempat ku dengar cewek-cewek yang pernah dipacarinya punya masa aktif dan masa tenggang segala, kayak kartu saja dan mungkin karena alasan itulah yang membuatku semakin membencinya.
“kawasan ini rentan akan kriminal, cepat naik ke mobil aku antar pulang!” dia mulai menunjukkan sifat sok pedulinya, tanpa menunggu jawaban dariku dia langsung saja menarik tanganku, aku yang kaget dan sedikit ngeri membayangkan tindak kriminal yang sering aku tonton di TV hanya ikut saja masuk ke mobilnya.
“aku tidak mau pulang” protesku di mobil
“ memangnya kamu mau kemana?” tanyanya penasaran. dia tetap saja berceloteh dan aku tetap saja diam. Aku harap dengan diamku dia mengerti kalau aku mau diturunkan saja. “aku tahu kenapa kamu nggak mau pulang, kamu mau tidur di masjidkan? kau sebutkan saja nama masjidnya, nanti aku antar kesana” ujarnya sambil tersenyum. Rasanya ia memang tak pernah lelah untuk menghiburku, tapi kali ini ia berhasil wajah masam yang selalu kutunjukkan di hadapannya tak ada lagi kini berganti dengan wajah manis dengan balutan senyum menawanku. Dan betapa terkejutnya aku karena mobil yang aku tumpangi berhenti tepat disebuah apartement mewah miliknya. Otakku pun dalam sekejap telah terisi penuh pikiran buruk tentangnya. Mungkin karena ngelihat aku yang dari tadi melotot padanya dia langsung berujar
” aku membawamu kesini karena aku takut kamu bakal di ganggu orang di jalan, kamu tenang saja, aku bukan orang yang seperti itu, sebaiknya kamu buang jauh-jauh pikiran kotormu tentang diriku”
“sok tahu kamu, aku tidak berpikiran buruk kok” elakku
“baguslah kalau begitu” jawabnya mantap sambil memberi isyarat agar aku mengikutinya. Sementara dalam hati berdoa. Ya Tuhan maafkan hambamu ini karena telah berbohong dan hamba mohon jagalah hamba malam ini. Aku merasa dia selalu bisa menebak apa yang ada dalam pikiranku.
“kamu bisa tidur di kamarku biar nanti aku yang tidur di luar, kalau kamu belum juga nyaman kamu bisa menguncinya dari dalam!” ujarnya begitu sampai di dalam apartementnya.
“atau perlu aku ambilkan baju ganti untukmu supaya tidurmu nyenyak?”
“nggak perlu, aku kan rencananya mau kabur dari rumah. Jadi, aku bawa beberapa baju di tasku, makasih ya..” jawabku sambil tersenyum manis. Dia hanya tersenyum. Baru kali ini aku merasa sangat bahagia melihatnya di dekatku. Yah, mungkin itu karena ia telah menolongku.
Kamarnya sangat bersih , semua tertata dengan rapi, beberapa tangkai bunga mawar segar beserta pot kecil yang lucu nongkrong menghias meja belajarnya. Sebuah poto dengan gambar seorang ibu yang merangkul anak kecil yang lucu bergantung di dinding dengan bingkai yang menawan. Mungkin itu adalah potonya waktu ia masih kecil dengan ibunya , tapi kenapa ya saat acara-acara tertentu di rumah, dia hanya datang dengan ayahnya. Sedangkan ibunya tidak pernah datang. Ah sudahlah, kenapa aku harus memikirkan keluarga orang lain, aku seharusnya tidak mencampuri urusan orang lain.
Saat sedang asyik melihat-lihat isi kamar cowok yang selama ini kubenci mataku tertumpu pada sesuatu yang terlihat aneh. Di depan pintu kamar mandi terlihat ada pintu yang tak biasa. Ukurannya kecil tidak seperti pintu pada umumnya tapi lebih mirp seperti jendela dengan ukiran yang indah, di depan pintu tersebut juga terdapat aksesoris seperti bingkai yang unik dan sangat indah dengan tulisan di dalamnya “ my love “ dua kata tersebut dengan rapi berjajar di dalam bingkai tersebut.
Rasa penasaran yang tak bisa ku tahan membuatku ingin mengetahui apa yang ada dalam ruangan tersebut.dengan sangat perlahan tanpa suara pintu itupun terbuka. Dengan sangat hati-hati ku langkahkan kakiku masuk ke dalam. Suasana yang gelap sedikit membuatku takut tapi tetap saja ku langkahkan kakiku demi rasa penasaranku.
Dengan kutemukannya sakelar lampu kamar itu maka berakhirlah kegelapan yang membuatku tadi sedikit merinding. Betapa terkejutnya aku saat mataku menatap apa yang ada pada rungan tersebut. Ruangan itu seperti sebuah galeri foto karena begitu banyak foto yang ada disana. Mungkin ratusan foto, ada foto ayahnya, foto wanita yang sama dengan yang di luar tadi, foto seorang wanita yang mungkin saja adalah kakaknya dan…dan…fotoku? Ya itu memang fotoku. Foto saat aku belajar di kelas, di kantin, di lapangan dan saat aku merayakan ulang tahunku yang ke 16, benarkah ini adalah diriku tapi kapan dia memotretku, kenapa aku sampai tidak tahu akan itu? Jumlahnya sangat banyak bahkan melebihi koleksi fotoku yang ada di rumah. Dan kenapa pula ia menyimpan fotoku sebanyak itu. Ah.! Sudahlah, aku tidak ingin memikirkannya. lebih baik aku tidur saja karena besok pagi aku harus melanjutkan perjalananku. Aku tidak mungkin selamanya akan tinggal di sini jadi malam ini aku harus tidur dengan nyenyak supaya besok aku lebih segar.
. . .
Tak terasa pagi telah datang menyambut hatiku yang semakin kelam. Sinar yang masuk melalui celah jendela membuatku sedikit silau karena sinarnya tepat ke arah mataku. Ku tinggalkan bantal guling yang dari semalam menemani tidurku, kulangkahkan kaki menuju kamar mandi.
“ princess…” dari balik pintu kamar terdengar ada suara yang memanggilku. Kembali ku berharap itu suara Ayah tapi mana mungkin aku kan sedang tidak di rumah. Seraut wajah muncul dengan senyumannya yang khas begitu pintu kubuka.
“ sarapan yuk! “ ajaknya
Kali ini aku tidak menolak, di samping sudah lapar aku juga ingin menghargainya karena ia telan menolongku semalam.
“kamu sendiri yang menyiapkan semua ini?” tanyaku kaget begitu tiba di meja makan.
“ ya” jawabnya singkat.
Terlihat meja makan yang tertata rapi di atasnya terhidang nasi goreng campur sosis dan tidak lupa telur setengah matang di atasnya, susu coklat panas tak ketinggalan juga. Benar-benar sarapan kesukaanku, aku tidak tahu kenapa dia bisa tahu sarapan kesukaanku, selalu tahu apa yang aku inginkan. Ah, sudahlah kenapa aku harus memikirkan hal sespele seperti ini. Mungkin saja karena faktor kebetulan semata.
Semakin lama aku tinggal disini semakin banyak hal aneh yang ku temui. Foto-fotoku yang tak pernah kutahu kapan itu di ambil terpampang bebas di kamar anehnya, tinggal seorang diri di apartement mewah, padahal setahuku orang tuanya punya rumah yang tidak kalah mewahnya dengan apartementnya ini.
Rasa benciku yang sudah mendarah daging setiap melihatnya kini tidak ada lagi. Malah aku sedikit kagum padanya. Aku heran kenapa dulu aku begitu membencinya padahal dia selalu baik padaku dan yang lebih penting dia selalu memanggilku dengan princess sama seperti Ayah memanggilku. Sampai sekarang aku tak pernah tahu kenapa dia selalu tahu apa yang aku inginkan, apa yang aku rasakan.mungkin nggak sih dia jatuh cinta padaku terus mencari tahu apa saja mengenai diriku, mengabadikan fotoku diam-diam. Ah, rasanya tidak mungkin, kalau memang ia jatuh cinta padaku ia pasti langsung mengungkapkannya karena ia orangnya tak suka memendam perasaan buktinya mantan pacarnya seabrek melebihi banyaknya orang ngambil sembako kalau mereka semua dikumpulin.
“kenapa senyum-senyum sendiri?” tanyanya memecah lamunanku
“oh nggak ada apa-apa kok” jawabku gelagapan.
“setelah selesai sarapan aku akan pergi, jadi kamu bisa tidur di kamarmu lagi, kamarmu nyaman tidurku jadinya lelap semalam. Makasih ya karena telah memberiku tumpangan” ujarku basa-basi.
“ sama-sama” jawabnya singkat sambil tersenyum dan kembali menyantap sarapan yang ada di depannya.
Selesai sarapan akupun undur diri, kembali menjadi tunawisma yang penuh percaya diri. Tak lupa kuucapkan terima kasih untuk yang kesekian kalinya karena telah menampungku.
Aku terus berjalan mengikuti langkah kaki, tanpa arah dan tujuan. Tak tahu harus kemana. Yang pasti aku ingin pergi sejauh mungkin dari orang-orang yang ingin melupakanku, dari Ayah yang tidak perduli lagi padaku.
Pagi telah berganti dengan siang. Tak terhitung lagi berapa ribu langkah aku melangkah. Awan putih yang dari tadi mengikuti langkah kakiku tak bisa melawan panas yang serasa membakar kulitku. Terlihat beberapa orang yang pulang dari tempat kerjanya. Apa Ayah juga sudah pulang kerja? Apa Ayah memikirkan aku seperti aku memikirkannya? Hatiku mengeluh sakit.
Aku berdiri mematung di atas jembatan. Pemandangan dari sini sangat indah. Hamparan sawah menghijau membuat mata tak lelah memandang, air sungai yang ada di bawah jembatan mengalir tenang penuh kedamaian. Sejenak aku merasa bebas, bebanku serasa terlepas seiring air yang terus mengalir.
Tak terasa malam mulai menyergap, gelap terasa begitu menakutkan.aku mulai ketakutan, tak mugkin aku tetap berdiri disini, aku harus mencari tempat untuk beristirahat. Dalam langkah putus asaku, aku berharap ada orang yang mau menampungku seperti kemarin malam. Aku terus melangkah ditemani ketakutan yang amat sangat.
“hei berhenti” tiba-tiba suara garang menghentikan langkahku, jantungku serasa ingin copot saat berbalik melihat arah suara. Terlihat dua orang laki-laki tinggi besar yang berewokan, bertampang menyeramkan dengan pakaian yang sangat kumal seperti pakaian yang tidak pernah dicuci selama satu bulan.
“brother kita dapat santapan empuk” teriaknya lagi.
Aku merinding mendengarkan kata-katanya. Apa maksudnya santapan empuk? Apakah aku akan…..aku semakin merinding memikirkan apa yang akan terjadi padaku nanti. Aku sering mendengar berita-berita di TV yang sangat menakutkan. Banyak gadis yang di bunuh setelah diperkosa dan mayatnya di buang ke sungai, dan yang lebih sadis lagi kasusnya Rian jombang. Apakah nasibku akan sama dengan semua korbannya. Setelah di bunuh, untuk menghilangkan jejak, tubuhku dipotong-potong dan di masukkan ke dalam tas dan di buang terpisah.
Aku menangis dan berteriak sekeras-kerasnya berharap ada yang mau menolongku tapi gerakan secepat kilat mereka membungkam mulutku, menarik tanganku dengan kasar tanpa perduli aku kesakitan atau tidak.
Kedua tanganku diikatkan ke tiang, entah dimana aku sekarang yang jelas aku berada di rumah tua yang sudah tak terurus lagi. Kotor dan bau karena sampah ada dimana-mana. Mungkin saja ini markas mereka.
Temennya yang diam dari tadi tiba-tiba menghapiriku, wajahnya lebih menyeramkan karena terlihat beberapa bekas jahitan di pipinya, matanya yang terus saja memandangiku benar-benar membuatku semakin takut.
“nona manis, pasti kamu anak orang kaya yang tersesat ya?” suaranya lembut tapi tetap saja membuatku merinding
“ udah brother, nggak usah banyak Tanya. Langsung geledah saja, dia pasti anak orang kaya lihat saja pakaiannya. Dia pasti bawa uang yang sangat banyak “ orang yang dipanggil brother langsung menarik tasku dengan kasar. Aku hanya bisa menangis melihat perlakuan mereka padaku. Aku terus berpikir apa yang akan terjadi padaku lagi nanti, apakah mereka akan membunuhku? Sejuta penyesalan memenuhi relung hatiku, andai waktu bisa diputar kembali aku akan jadi anak yang baik untuk Ayah dan tidak akan pernah kabur seperti ini. Tapi apa gunanya sekarang nasi telah menjadi bubur dan aku harus menghadapi semuanya tanpa ada orang yang akan menolongku. Aku terus meratapi nasip yang kualami.
“ Allah… tolonglah hambamu ini ya Allah” bibirku terus menyebut nama Allah. Ada ketenangan tersendiri saat menyebut namanya. Karena malam yang dingin tubuhku menggigil, perutku terasa sakit mungkin karena dari tadi siang belum diisi ditambah lagi aku sangat ketakutan. Ya, dalam keadaan seperti ini aku baru menyebut namanya. Aku benar-orang yag tidak berguna. Semua kejadian ini karena salahku. Baru sekarang aku menyadari betapa egois dan manjanya diriku.
“ Allah…Allah..” aku terus menyebut namanya dalam ketidakberdayaan ini. ya Allah seandainya ada orang yang menyelamatkan aku dari orang-orang jahat ini. Aku janji aku akan berubah menjadi anak yang baik, yang berbakti pada orang tua, menyayangi sesama dan tidak akan egois lagi dan yang lebih penting aku akan berusaha dekat dengan-Mu ya Allah dan untuk orang yang menyelamatkanku jika dia cewek akan ku jadikan saudara. Jika yang menyelamatkanku adalah cowok maka akan aku jadikan pacar itu janjiku ya Allah. Hukum hambamu ini jika tak menepatinya tapi hamba harap hukumannya jangan terlalu berat ya Allah.
Aku lihat dua sosok bayangan mengendap-endap dari balik jendela dan tiba-tiba muncul kepala seseorang yang aku kenal dialah Mario. Nyaris aku menjerit karena kaget
Mario keluar dari tempat persembunyian
‘hei kalian berdua. Buggk..” Mario dengan gerakan yang cepat langsung mengarahkan tinjunya pada laki-laki yang mempunyai bekas jahitan di wajahnya itu. Beberapa pukulan bertubi-tubi khas seorang karateka pemegang sabuk hitam menghujani para penculik tersebut. Sedangkan Rani berusaha membuka tali yang melilit tanganku
Para penculik itu mencoba melawan. Tetapi dengan gerakan yang sangat cepat pula Mario menghajar penculik tersebut hingga mereka tak berdaya dan ngusruk di pojok ruangan.
Bag…big…bughhh!!!
Ampun..ampun…!!
“ hmm… itu akibatnya jika berani menggaggu orang yang aku cintai, kalau kalian melakukannya lagi, tamat riwayat kalian” ancam Mario sinis.
Kata-kata Mario sempat membuatku meleleh, seperti adegan dalam film memories of bali yang pernah ku tonton, aku merasa seperti Ha Ji Won yang diselamatkan Jo ln Sung. Benar-benar adegan yang sangat romantis.
“ kakak nggak apa-apa kan?” Tanya rani memecahkan lamunanku.
“ya, aku nggak apa-apa” jawabku dalam pelukannya. Aku malu dengan semua hal yang menimpaku. Benar-benar sangat malu, bagaimana tidak setelah sekian hari aku tak pernah menganggapnya saudariku. Aku selalu merasa terganggu dengan kehadirannya. Seharusnya aku beruntung punya saudari seperti dia dan yang lebih penting lagi aku juga masih punya orang tua yang sangat menyayangiku.
“ sudah, jangan menangis lagi. Setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan dan untuk ke depannya bagaimana cara kita memperbaiki kesalahan tersebut” Mario mencoba menghibur ketika melihatku gundah.
“ sekarang kakak pulang ya, Ayah lagi sakit tapi tidak mau dirawat di rumah sakit. Ayah takut kakak pergi lagi kalau sampai nggak ngelihat Ayah di rumah. Rani minta maaf ya kak. Kalau saja hari itu penyakit Rani nggak kambuh dan Ayah nggak nemenin Rani di rumah sakit tentu saja Ayah bakal pulang nemenin kakak di rumah dan kakak pasti nggak bakal pergi dari rumah.
Aku cemas mendengar Ayah sakit. Perasaan bersalah itu semakin menggunung. Alangkah hancurnya hati Ayah saat tahu aku pergi dari rumah.
“ terima kasih ya, karena kalian aku jadi sadar akan semua kesalahan yang selama ini aku perbuat”
Dengan hati yang riang, aku dan Rani bergandengan tangan. Lukisan kebahagiaan menyelimuti hati kami. Langkahku terasa ringan teriring bersama tekadku yang baru.
“ Ayah, aku akan pulang!”
. . .
Sesampainya di rumah, tanpa menunggu Rani dan Mario turun dari mobil aku langsung berlari menuju kamar Ayah. Aku gembira . inilah saatnya aku bertemu Ayah .hatiku dag.. dig.. dug.. membayangkan pertemuan dengan Ayah, akankah Ayah senang atau kecewa padaku. Apapun yang terjadi nanti yang pasti aku harus minta maaf sama Ayah.
Langkahku terhenti di pintu kamar Ayah. Perasaan takut dan bersalah mendera menahan langkahku. Dari balik pintu kulihat lbu sedang memberi Ayah obat. Ayah terbaring pucat di ranjang.
“ maafkan lbu ya Yah, kalau saja Ayah nggak menemani Rani di rumah sakit mungkin July tidak akan kabur dari rumah” ujar lbu sambil menangis.
“sudahlah bu, jangan merasa bersalah gitu, Ayah yang salah karena terlalu memanjakannya sehingga ia menjadi anak yang sangat manja.
Aku tertegun. Apa yang dikatakan Ayah memang benar. Aku sangat manja dan egois dan akibatnya aku diculik dan hampir celaka.
“ meskipun dia bukan anak kandungku. Aku sayang padanya seperti aku menyayangi Rani. Sungguh.. aku benar-benar menyayanginya.” Suara lembut lbu menggetarkan hatiku.
Air mataku berhamburan mendengar pengakuan lbu. Ia begitu menyayangiku meskipun aku terkadang membencinya karena berpikir ia telah mengambil Ayah dariku. sering aku mendengar cerita ibu tiri yang sangat jahat. Ia selalu menyiksa anak-anak saat ayah mereka sedang tidak ada di rumah. Tapi lbu tidak pernah melakukan itu padaku. Ia selalu bersikap baik dan perhatian padaku.
“Yah… Bu...” Pelan suaraku menyapa mereka. Mereka berhamburan memelukku.
“ sayang maafkan Ayah ”
Aku hanya tersenyum mendengar kata-kata Ayah. Entah kenapa beban yang aku rasakan selama ini langsung lenyap seketika. Aku bahagia Ayah telah menikah dengan orang seperti lbu. Ya, aku sangat bahagia.
“ princess Rani, kenapa mematung disana. Kesini sayang” ajak Ayah ketika melihat Rani yang sedari tadi berdiri di ambang pintu. Aku kembali tersenyum mendengar Ayah manggil princess ke Rani. Sekarang panggilan sayang itu juga boleh disandang Rani karena ia adalah saudariku, saudariku yang cantik, Manis dan baik hati.
. . .
Ketika sedang asyik-asyik bercengkrama di kantin sekolah bersama Rani dan Sasa. Betapa terkejutnya aku karena tiba-tiba di depanku telah berdiri si Mario.
“ hai, ternyata disini. Dari tadi aku mencarimu. Ada yang mau aku omongin sebentar. Ada waktu nggak?” ujarnya pelan.
“ oya bisa kok, bicara saja!”
“ kalau gitu kita bicara di kelas saja ya!” Ia memberikan isyarat agar aku mengikutinya ke kelas. Aku masuk ke kelas kami yang kosong. Ia sudah menungguku
“ kenapa mesti di kelas, memang kamu mau ngomong apa?” tanyaku setelah tiba di kelas.
“ july, ada yang mau aku omongin…..”ucapannya terlihat sangat serius.
“ sungguh.. setiap kali melihatmu hatiku bergetar hebat. Sebenarnya aku tidak ingin megatakannya padamu tapi kali ini aku benar-benar tak bisa menahan diri. Selama ini aku tidak mengatakannya bukan karena aku tidak merasakannya. Hanya saja aku belum menemukan kata-kata yang mewakili hebatnya perasaanku. Sungguh... Aku menyangimu lebih dari yang kau tahu”
Mataku berkaca-kaca mendengarnya. Belum sempat aku menjawab pertanyaanya tiba-tiba saja dengan gerakan secepat kilat ia menarikku ke pelukannya. Aku yang terkejut langsung menepis tangannya yang terus melingkar di badanku. Dengan kekuatan yang aku miliki tak mampu membuatku keluar dari rangkulannya. Entah kenapa aku merasa nyaman dalam rangkulannya. Tak ada sedikitpun rasa benci yang dulu menggelora. Mungkinkah aku juga menyukainya? Entahlah, yang jelas aku menerima cintanya. Di samping rasa yang membuatku nyaman di sisinya dengan menerima cintanya pun aku telah memenuhi janjiku pada Tuhan. Janji yang membuatku mendapatkan semua milikku yang sempat terabaikan.
“ Mario, boleh aku Tanya sesuatu?”
“ Tanya apa”
“ kenapa setiap minggu kamu selalu ganti cewek?” tanyaku penasaran.
“ karena aku tidak bisa mendapatkan hatimu”
Aku tertegun. Kalimat terakhirnya membuatku meleleh, mencair dan tergenang di lantai kebahagiaan. Aku tidak menyangka selama ini begitu banyak orang yang menyayangiku. aku baru menyadari betapa beruntungnya aku. Punya orang tua yang selalu menyayangiku sepenuh hati, saudari yang bisa menerimaku apa adanya dan sekarang hadirnya seseorang yang tak takut melawan apapun demi melindungiku. Tuhan terima kasih Engkau begitu baik padaku. Terima kasih telah memilihku disaat aku merasa kalau aku bukanlah pilihan. Sungguh.... Selamanya aku akan berbakti pada-Mu. Ini janjiku.