Budaya Sebagai Khazanah Sasak yang Berkembang

Sistem nilai budaya merupakan bagian dari sistem budaya, yaitu aspek dari sistem gagasan. Dalam kaitan itu sistem nilai budaya adalah sejumlah pandangan mengenai soal-soal yang paling berharga dan bernilai dalam hidup, karena itu disebut sistem nilai. Sebagai inti dari suatu sistem kebudayaan, sistem nilai budaya menjiwai semua pedoman yang mengatur tingkah laku warga pendukung kebudayaan yang bersangkutan. Pedoman tingkah laku itu adalah adat istiadat, sistem norma nya, aturan etika nya, aturan moral nya, aturan sopan santun, pandangan hidup dan ideologi pribadi.
Berdasarkan wujudnya ahli antropologi, Cateora mengklasisifikasikan budaya menjadi beberapa elemen, antara lain :
1. Kebudayaan material, yakni kebudayaan yang mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata atau temuan
2. Kebudayaan non metrial, yakni ciptaan yang bersifat abstrak. Contohnya adat istiadat, cerita rakyat dll.
3. Lembaga sosial atau pendidikan.
4. Sistem Kepercayaan/ ritus
5. Estetika
6. Bahasa.
Sumber daya budaya dapat bersifat tangible (kongkret) atau pun ingtangible (non benda). Istilah SDB itu sendiri mengacu pada penggunaan, pemanfaatan atau pun pencapaian tujuan. SDB yang mengacu pada ingtangible salah satunya yakni dari segi adat istiadat. Adat istiadat merupakan perilaku atau tindakan yang diwariskan turun-temurun menjadi kebiasaan yang mutlak dijalankan. Jika adat istiadat itu diremehkan maka akan dikenakan sanksi atau disebut denda pemali. Denda pemali tentunya tergantung pada jenis adat yang dilanggar di suatu daerah.
Adat istiadat suatu daerah berbeda dengan adat istiadat yang lain. Contohnya dalam hal perkawinan, tradisi orang menikah di daerah Bayan akan berbeda dengan tradisi pernikahan di daerah Lombok Tengah. Jadi, suku sasak memiliki keberagaman budaya sebagai mozaik yang menghiasi bumi sasak. Suku Sasak memiliki banyak warna dan nilai-nilai keunikan yang menyeruak di masyarakat Sasak. Mozaik yang dimaksud adalah berbagai macam budaya telah mempengaruhi Gumi Sasak dimasa lalu. Budaya yang paling signifikan mendominasi dan mempengaruhi dinamika kehidupan pulau ini adalah pengaruh Hindu Jawa, pengaruh Bali, pengaruh Islam dan pengaruh Kolonial Belanda dan Jepang. Pengaruh-pengaruh inilah yang pernah menyeruak di wilayah NTB, tetapi yang paling mendominasi adalah pengaruh Jawa dan Bali.
Daerah Bayan, KLU tidak luput dari pengaruh luar tersebut. Kebudayaan masyarakat Bayan dipengaruhi oleh budaya Jawa sebagai contohnya dari segi bahasa pada prosesi adat salah satunya dalam hal pernikahan, masyarakat Bayan menggunakan bahasa Jawa kuno, begitu juga dari segi tata upacara nikah dan tradisi lainnya.
Menurut Raden Sumayas, dalam hal pernikahan masyarakat Bayan mengenal tiga tahap, antara lain :
a. Nobat buaq lekoq,
b. Nikah secara agama;
c. Nikah adat.
Rentetan dari tahap pernikahan yang menjadi pusat kajian saya adalah tradisi nobat buaq lekoq (NBL).
Tradisi Nobat Buaq Lekoq ( NBL )
Tradisi NBL merupakan tradisi yang berawal dari merariq, yakni melarikan calon pengantin perempuan dari rumah keluarganya dan menyembunyikannya di rumah kerabat laki-laki selama satu minggu kemudian pada malam ketiga, proses NBL dilakukan yakni menikah kan perempuan dengan calon pengantin laki-laki tetapi dalam pernikahan ini yang menjadi dari perempuan adalah ketua suku atau pemangku adat. Proses NBL ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Artinya pernikahan itu dlalakukan tanpa se ijin atau se pengetahuan wali sah dari pihak perempuan.Tradisi NBL telah ada pada masa kerajaan, tetapi sesepuh masyarakat Bayan Beleq, Raden Sumaraksa menyatakan tidak mengetahui dengan jelas pada masa kerajaan apa tradisi NBL itu diberlakukan yang jelas adat ini diterima dari generasi ke generasi sebagai titah yang bersifat normatif dan mutlak dijalankan oleh masyarakat asli Bayan tanpa ada yang mengarsipkannya.
Nikah Adat
Nikah adat adalah tahap ketiga dari rentetan upacara yang perlu dan mutlak di adakan oleh penduduk asli Bayan dimana nikah adat ini di anggap bentuk sentral dari suatu pernikahan. Berbeda dengan prosesi nobat buaq lekoq dan pernikahan secara agama, nikah adat ini terjadi apabila pihak suami sudah merasa sanggup untuk menggelar acara ini, oleh sebab itu masyarakat Bayan tidak menentukan kapan waktu untuk di selenggarakan nikah adat ini. Berbicara tentang keunikan yang lahir dari berbagai system adat yang terdapat di daerah Bayan, tidak berhenti sampai disitu tetapi masih banyak lagi fenomena-fenomena yang menjadi mozaik budaya yang dimanifestasikan dalam kehidupan sosial. Apalagi yang menikah adalah dari kasta Bangsawan.Nikah adat yang memiliki kolektivitas dari proses sebelumnya adalah sebagai bentuk paradigma sosial dalam masyarakat Bayan dimana nikah adat ini memiliki tujuan untuk mengukuhkan keabsahan dari sebuah pernikahan atau hubungan sosial antara pihak pengantin pria dan pihak pengantin wanita. Nikah adat adalah bentuk upacara (gawe seserahan/ sorong serah aji krame) dari pihak suami kepada pihak Isteri.
Dalam suku Bayan, segenap ritus memiliki nilai-nilai spritualitas yang tinggi. Adapun seserahan yang fundamental dari nikah adat ini yakni suami harus menyerahkan dua belas ekor sapi, uang bolong Dua Ratus Empat Puluh Empat, dan kain putih Empat Puluh Empat lapis yang kesemuanya itu disebut Wirang atau Kirangan. Sedangkan dalam ritual nya, sebelum memandikan kua suami isteri ini, terlebih dahulu mereka digunting, prosees ini dinamakan gunting nyerepet dan pengikiran gigi baru kemudian sepasang suami isteri ini dimandikan. Rentetan ritual ini bertujuan untuk membersihkan jiwa sepasang suami insteri dari perkara-perkara jelek, menjalani rumah tangga yang rukun daan damai. Melalui gerbang nikah adat masyarakat Bayan merasakan pernikahan yang hakiki dalam pandangan mereka.
Setelah ritual khusus itu terselenggara, barulah masyarakat Bayan mengadakan ijab qabul dan diakhiri dengan khutbah nikah yang menggunakan bahasa Jawa kuno.
Nilai yang Terkandung dalam Tradaisi Nobat Buaq Lekoq
Masyarakat Bayan sangat memegang teguh warisan leluhurnya, ini merupakan nilai sentral yang ada dalam masyarakat Bayan. NBL adalah salah satu entitas masyarakat Bayang yang merangkap dalam satu konsep pernikahan. Berangkat dari pemahaman dan kesepakatan masyarakat Bayan, NBL memiliki nilai-nilai atau makna sentral . Menurut Raden Sumayas, NBL memiliki makna simbolis dari kesalahan hubungan calon suami dengan calon Isteri.Hubungan Budaya dengan Agama
Agama mengatur pola hidup kita baik dalam berpikir, bertindak atau pun bermasyarakat. Manusia semenjak lahir tidak dimutlakkan untuk langsung memegang warisan, ide-ide atau pun artefak nenek moyangnya baik yang bersifat material atau pun non material, tetapi manusia pertama kali diberikan sumbangsih bagaimana manusia mengenal Tuhannya dan agamanya, senjata untuk memfilter mana yang pantas dan tidak pantas untuk di asimilasi dalam kehidupannya. Begitu juga dalam hal budaya atau adat yang masih melekat pada kulit manusia Sasak termasuk di daerah Bayan.Pada masyarakat yang masih cukup kuat mempertahankan tradisinya, seperti yang ada pada masyarakat Bayan, KLU kepercayaan yang dianut nya menjadi sentral dari kegiatannya. Agama terintegrasi dalam hidup mereka, agama dengan berbagai upacara dilaksanakan sebagai manifestasi kebudayaan mereka. Jadi, agama menduduki fungsi tertentu dalam masyarakat karena bermanfaat pula kalau agama ditinjau dari segi kultural fungsional.
Persfektif Islam Terhadap Tradisi NBL
Sebelum menguraikan sudut pandang Islam terhadap NBL,Hal-hal penting dalam kajian Islam tentang pernikahan perlu di diketahui baik yang bersumber dari Al Quran, Hadist ataupun Ijma.Pernikahan adalah peristiwa yang sakral dalam hidup manusia. Quantum kesakrlan dapat terlihat dari segi fisik atau simbol utama, nilai-nila dan kepercayaan atau ritus yang menjadi inti sebuah masyarakat. Nilai yang terkandung dalam pernikahan berperan untuk menjaga keutuhan dan ikatatan sosial sebuah masyarakat serta secara normatif mengendalikan gerak dinamika sebuah masyarakat.
Menurut Syara’, pernikahan merupakan suatu akad yang mengandung beberapa hukum dan syarat rukun nikah. Keabsahan rukun nikah antara lain :
a. Sigat, yakni ucapan calon suami pada saat akad;
b. Wali, yakni ayah kandung atau kerabat dari calon Isteri;
c. Dua orang saksi yang adil dan mukmin;
d. Mahar. Payudara Dihisap Suami saat Hamil
Tradisi NBL yang telah dijelaskan adalah budaya yang kurang memperhatikan kaidah-kaidah syar’i. Apresiasi terhadap nilai-nilai agama luntur oleh corak dan keunikan budaya. Berangkat dari pengertian nikah dan syarat- syarat yang telah diuraikan diatas, maka sudah jelas tradisi NBL bertentangan dengan ketentuan yang telah ditetapkan Islam dimana syarat sah nikah tidak terpenuhi karena dalam tradisi NBL ini tidak menghadirkan atau tanpa seizin dan sepengetahuan wali pihak perempuan. Hukum ini telah dijelaskan dalam sumber-sumber Islam.
Jauh sebelumnya para ulama telah menetapkan batas kapan adat istiadat dan budaya itu bisa dijadikan dalam menentukan hukum dan aturan. Jika adat istiadat bertentangan dengan al-Qur’an dan Hadist maka secara mutlak tidak boleh dipakai. Seperti yang dikatakan Prof. Dr. Ahmad Fahmi Abu Sunan, “hendaknya adat istiadat tersebut tidak bertentangan dengan dalil-dalil syar’i. Adat istiadat hendaknya harus sesuai dengan hukum yang bersandarkan pada dalil.”
Pernikahan merupakan sunah Rasulullah yang memiliki kaidah-kaidah syarat dan rukun tertentu, tetapi pada masyarakat Bayan tradisi NBL memiliki kontribusi yang keliru dan bersifat kontradiktif dengan hukum Islam. Merujuk pada konvensi hukum Islam, syarat sah suatu pernikahan telah dijelaskan salah satunya adanya wali. Wali dari pihak laki-laki tidak terlalu diwajibkan tetapi wali dari pihak perempuan mutlak keberadaannya kecuali ketiadaanya memiliki beberapa sebab. Rasulullah bersabda “ dimana sangat bijaksana untuk menghadirkan wali dari gadis maupun janda.”
Adapun dalam kajian fiqih tentang syarat wali sah perempuan adalah laki-laki yang memiliki hubungan nasab dan pihak pengantin laki-laki hendaknya memperoleh izin dari pihak keluarga perempuan. Hal ini sejalan dengan Dan pada firman Allah SWT, “ Nikahilah mereka atas izin keluarga atau tuan mereka.”
Untuk memperjelas uraian diatas kita korelasikan dengan hadist Rasulullah yang diriwayatkan oleh At-Tarmizi : Dari Aisyah bahwa Rasululla saw bersabda “ wanita manapun yang menikah tanpa seizin walinya maka nikah itu batal, nikah itu batal, nikah itu batal.”
Tidak terelakkan bahwa agama bukan hanya menerangkan hubungan manusia dengan Tuhannya, tetapi juga melibatkan kesadaran bersosialisasi, pemenuhan kebutuhan untuk mebentuk kepribadian yang kuat dan sejauh mana keterkaitan ajaran etikanya dengan corak pandangan hidup.
Sebagai mahluk yang berbudaya dan beragama, tentunya memiliki quantum yang lebih tinggi daripada mahluk lain, itulah bentuk keunikan dan keunggulan strata mahluk yang bernama manusia. Tetapi kita juga jangan melupakan bahwa untuk mencapai nilai tertinggi itu adalah dengan mengikuti kaidah-kaidah agama sebaik-baiknya, termasuk dalam hal pernikahan.
Merujuk pada hukum Islam, budaya NBL yang ada di masyarakat Bayan adalah contoh kontribusi yang mengandung unsur profan atau melenceng. beritadotcom
Wiritten By:
Dian Suarni